
Selama krisis ekonomi melanda Indonesia, insiden kurang vitamin A (KVA) pada ibu dan balita di daerah miskin perkotaan meningkat. Beberapa data menunjukkan hampir 10 juta balita menderita KVA sub klinis, 60.000 di antaranya disertai dengan bercak bitot yang terancam buta. Selain itu, di beberapa provinsi di Indonesia, ditemukan kasus-kasus baru KVA yang terjadi pada balita bergizi buruk.
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), misalnya, pada tahun 2000 ditemukan beberapa kasus kekurangan vitamin A tingkat berat (X3). Kondisi ini berbeda dengan Survei Nasional Xeroftalmia tahun 1978-1980 yang tidak banyak menemukan kasus tersebut. Terlebih lagi pada 1994 Pemerintah Indonesia memperoleh piagam Helen Keller Award karena dinilai berhasil menurunkan angka xeroftalmia dari 1,34 persen atau sekitar tiga kali lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1978 menjadi 0,33 persen pada tahun 1992.
Sebagai kilas balik, dalam kurun waktu 1964-1965 dan pada tahun 1970-an, Indonesia pernah dijuluki sebagai "home of xerophthalmia" karena insiden xeroftalmia pada balita yang cukup tinggi. Menurut ahli gizi Prof Dr Muhilal, saat itu dari 1.574 anak laki-laki berusia kurang dari 8 tahun yang mengunjungi Rumah Sakit Undaan Surabaya, 497 anak diantaranya (31,6 persen) menderita xeroftalmia. Di samping itu, penelitian di lima desa di Kabupaten Semarang oleh Oey menemukan insiden xeroftalmia berkisar 1,4 sampai 7,3 persen.
Xeroftalmia adalah suatu keadaan selaput ikat mata yang kering karena kekurangan vitamin A, terkadang sampai jaringan selaput bening pada mata rusak. Penyakit ini oleh Oey disebutkan sebagai penyebab utama kebutaan pada anak-anak terutama pada anak prasekolah. Xeroftalmia hanya salah satu dari wujud KVA. Ada konsekuensi lain yang terjadi pada orang yang KVA, seperti buta senja (hemarofia), sel epitel conjuctiva yang abnormal, tingginya kesakitan terutama diare dan ISPA, tingginya kematian pada balita, rendahnya respons imun tubuh dan pertumbuhan terganggu.
Hubungan antara vitamin A dan mortalitas anak balita sudah diteliti di Aceh oleh Sommer dan kawan-kawan, yang dipublikasi "Lancet" pada 1986. Di situ diungkapkan bahwa pemberian vitamin A dosis tinggi 200.000 International unit (IU) setiap 6 bulan dapat menurunkan angka kematian anak balita sekitar 36 persen. Penelitian tentang pemberian vitamin A yang difortifikasi pada monosodium glutamat (MSG), kata Muhilal, menunjukkan penurunan angka kematian balita sebesar 45 persen.
"Dua penelitian itu mengungkapkan bahwa penurunan angka kematian balita karena intervensi vitamin A dapat dilakukan melalui dosis tinggi setiap enam bulan maupun dosis rendah yang diberikan setiap hari," kata Muhilal.
Lalu, ada pula penelitian tentang pengaruh vitamin A terhadap sistem imunitas tubuh yang dilakukan oleh Pulitbang Gizi, Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, dan John Hopkins University. Pada penelitian ini penderita xeroftalmia dan yang bukan penderita dibagi dalam dua kelompok dan satu kelompok diberi vitamin A dosis tinggi, sedangkan kelompok yang lain diberi placebo. Hasilnya, pemberian vitamin A dosis 100.000 IU pada bayi berusia 6 bulan dapat mengurangi respons imun terhadap campak bila bayi masih mempunyai imunitas maternal (kekebalan yang diperoleh dari ibu). Karena itu dianjurkan memberi vitamin A dosis 100.000 IU pada usia 8-9 bulan di mana imunitas maternal terhadap campak sudah sangat kecil.
Kesehatan Ibu
Sekalipun manfaat pemberian vitamin A sangat besar untuk kesehatan anak, tidak semua pihak memberi perhatian yang cukup. Misalnya di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Kupang I Gusti Agung Ngurah Suarnawa SKM, menuturkan untuk tahun 2004, belum ada bantuan dari donor internasional semacam HKI maupun Unicef dalam pengadaan kapsul vitamin A. Pihak Dinas Kesehatan Kota Kupang sudah mengusulkan 6.000 kapsul vitamin A ke pemerintah kota tetapi belum disetujui karena pemerintah kota untuk tahun 2004 tidak mengalokasikan dana untuk hal itu.
Program vitamin A di kota itu mengandalkan bantuan dari Helen Keller Indonesia (HKI) dan Unicef. Kapsul vitamin A yang diperoleh dari kedua lembaga itu didistribusikan secara gratis pada bulan Februari dan Agustus. Kapsul vitamin A yang dibagikan di puskesmas dan posyandu terdiri dari kapsul vitamin A berwarna biru dengan dosis 100.000 IU dan kapsul berwarna merah dengan dosis 200.000 IU. Pada bulan itu juga dilakukan penyuluhan makanan bergizi kaya vitamin A melalui radio dan penyuluhan keliling. Sasaran program, kata Gusti Agung, adalah balita, bayi, ibu nifas. Kapsul berwarna merah untuk balita dan ibu nifas, sedangkan kapsul berwarna biru untuk anak berusia 6-11 bulan.
"Di Kupang belum ditemukan penderita xeroftalmia, karena memang tidak ada surveilan. Surveilan hanya dilakukan pada penyakit malaria dan diare. Cakupan kapsul vitamin A di Kota Kupang belum 100 persen menjangkau balita, pada bulan Februari tahun 2003 saja cakupan vitamin A 86,2 persen dan bulan Agustus cakupannya 83,6 persen," ujar Gusti Agung.
Vitamin A tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan anak saja. Vitamin A juga berperan penting untuk kesehatan ibu yang baru melahirkan. Pada ibu hamil dan menyusui vitamin A berperan penting. Karena, hal ini terkait erat dengan kejadian anemia pada ibu, berat badan kurang, kurang gizi, meningkatnya risiko infeksi dan penyakit reproduksi. Serta, menurunkan kelangsungan hidup ibu sampai dua tahun setelah melahirkan. Angka kecukupan gizi vitamin A di Indonesia untuk ibu hamil menurut Buletin Kesehatan & Gizi edisi 1 Juni 2004 yang diterbitkan HKI, adalah 500 retinol equivalent (RE) per hari.
Jumlah ini meningkat menjadi 700 RE per hari pada ibu hamil dan 850 RE pada saat si ibu menyusui. Berdasarkan data terbaru NSS, median asupan vitamin A untuk ibu di Indonesia hanya 150 RE untuk ibu yang berada di daerah kumuh perkotaan dan hanya 200 RE untuk ibu yang tinggal di pedesaan. Dengan menghitung rata-rata masa menyusui 18-20 bulan untuk setiap anak dan tingkat fertilitas saat ini, diperkirakan seorang ibu akan membutuhkan vitamin A yang tinggi pada 1/3 kurun waktu masa usia subur. Hal ini terkait dengan air susu ibu (ASI), yang merupakan sumber vitamin A yang terbaik untuk bayi. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi seorang ibu untuk meningkatkan asupan makanan yang mengandung vitamin A agar kandungan vitamin itu pada ASI meningkat.
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), misalnya, pada tahun 2000 ditemukan beberapa kasus kekurangan vitamin A tingkat berat (X3). Kondisi ini berbeda dengan Survei Nasional Xeroftalmia tahun 1978-1980 yang tidak banyak menemukan kasus tersebut. Terlebih lagi pada 1994 Pemerintah Indonesia memperoleh piagam Helen Keller Award karena dinilai berhasil menurunkan angka xeroftalmia dari 1,34 persen atau sekitar tiga kali lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1978 menjadi 0,33 persen pada tahun 1992.
Sebagai kilas balik, dalam kurun waktu 1964-1965 dan pada tahun 1970-an, Indonesia pernah dijuluki sebagai "home of xerophthalmia" karena insiden xeroftalmia pada balita yang cukup tinggi. Menurut ahli gizi Prof Dr Muhilal, saat itu dari 1.574 anak laki-laki berusia kurang dari 8 tahun yang mengunjungi Rumah Sakit Undaan Surabaya, 497 anak diantaranya (31,6 persen) menderita xeroftalmia. Di samping itu, penelitian di lima desa di Kabupaten Semarang oleh Oey menemukan insiden xeroftalmia berkisar 1,4 sampai 7,3 persen.
Xeroftalmia adalah suatu keadaan selaput ikat mata yang kering karena kekurangan vitamin A, terkadang sampai jaringan selaput bening pada mata rusak. Penyakit ini oleh Oey disebutkan sebagai penyebab utama kebutaan pada anak-anak terutama pada anak prasekolah. Xeroftalmia hanya salah satu dari wujud KVA. Ada konsekuensi lain yang terjadi pada orang yang KVA, seperti buta senja (hemarofia), sel epitel conjuctiva yang abnormal, tingginya kesakitan terutama diare dan ISPA, tingginya kematian pada balita, rendahnya respons imun tubuh dan pertumbuhan terganggu.
Hubungan antara vitamin A dan mortalitas anak balita sudah diteliti di Aceh oleh Sommer dan kawan-kawan, yang dipublikasi "Lancet" pada 1986. Di situ diungkapkan bahwa pemberian vitamin A dosis tinggi 200.000 International unit (IU) setiap 6 bulan dapat menurunkan angka kematian anak balita sekitar 36 persen. Penelitian tentang pemberian vitamin A yang difortifikasi pada monosodium glutamat (MSG), kata Muhilal, menunjukkan penurunan angka kematian balita sebesar 45 persen.
"Dua penelitian itu mengungkapkan bahwa penurunan angka kematian balita karena intervensi vitamin A dapat dilakukan melalui dosis tinggi setiap enam bulan maupun dosis rendah yang diberikan setiap hari," kata Muhilal.
Lalu, ada pula penelitian tentang pengaruh vitamin A terhadap sistem imunitas tubuh yang dilakukan oleh Pulitbang Gizi, Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, dan John Hopkins University. Pada penelitian ini penderita xeroftalmia dan yang bukan penderita dibagi dalam dua kelompok dan satu kelompok diberi vitamin A dosis tinggi, sedangkan kelompok yang lain diberi placebo. Hasilnya, pemberian vitamin A dosis 100.000 IU pada bayi berusia 6 bulan dapat mengurangi respons imun terhadap campak bila bayi masih mempunyai imunitas maternal (kekebalan yang diperoleh dari ibu). Karena itu dianjurkan memberi vitamin A dosis 100.000 IU pada usia 8-9 bulan di mana imunitas maternal terhadap campak sudah sangat kecil.
Kesehatan Ibu
Sekalipun manfaat pemberian vitamin A sangat besar untuk kesehatan anak, tidak semua pihak memberi perhatian yang cukup. Misalnya di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Kupang I Gusti Agung Ngurah Suarnawa SKM, menuturkan untuk tahun 2004, belum ada bantuan dari donor internasional semacam HKI maupun Unicef dalam pengadaan kapsul vitamin A. Pihak Dinas Kesehatan Kota Kupang sudah mengusulkan 6.000 kapsul vitamin A ke pemerintah kota tetapi belum disetujui karena pemerintah kota untuk tahun 2004 tidak mengalokasikan dana untuk hal itu.
Program vitamin A di kota itu mengandalkan bantuan dari Helen Keller Indonesia (HKI) dan Unicef. Kapsul vitamin A yang diperoleh dari kedua lembaga itu didistribusikan secara gratis pada bulan Februari dan Agustus. Kapsul vitamin A yang dibagikan di puskesmas dan posyandu terdiri dari kapsul vitamin A berwarna biru dengan dosis 100.000 IU dan kapsul berwarna merah dengan dosis 200.000 IU. Pada bulan itu juga dilakukan penyuluhan makanan bergizi kaya vitamin A melalui radio dan penyuluhan keliling. Sasaran program, kata Gusti Agung, adalah balita, bayi, ibu nifas. Kapsul berwarna merah untuk balita dan ibu nifas, sedangkan kapsul berwarna biru untuk anak berusia 6-11 bulan.
"Di Kupang belum ditemukan penderita xeroftalmia, karena memang tidak ada surveilan. Surveilan hanya dilakukan pada penyakit malaria dan diare. Cakupan kapsul vitamin A di Kota Kupang belum 100 persen menjangkau balita, pada bulan Februari tahun 2003 saja cakupan vitamin A 86,2 persen dan bulan Agustus cakupannya 83,6 persen," ujar Gusti Agung.
Vitamin A tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan anak saja. Vitamin A juga berperan penting untuk kesehatan ibu yang baru melahirkan. Pada ibu hamil dan menyusui vitamin A berperan penting. Karena, hal ini terkait erat dengan kejadian anemia pada ibu, berat badan kurang, kurang gizi, meningkatnya risiko infeksi dan penyakit reproduksi. Serta, menurunkan kelangsungan hidup ibu sampai dua tahun setelah melahirkan. Angka kecukupan gizi vitamin A di Indonesia untuk ibu hamil menurut Buletin Kesehatan & Gizi edisi 1 Juni 2004 yang diterbitkan HKI, adalah 500 retinol equivalent (RE) per hari.
Jumlah ini meningkat menjadi 700 RE per hari pada ibu hamil dan 850 RE pada saat si ibu menyusui. Berdasarkan data terbaru NSS, median asupan vitamin A untuk ibu di Indonesia hanya 150 RE untuk ibu yang berada di daerah kumuh perkotaan dan hanya 200 RE untuk ibu yang tinggal di pedesaan. Dengan menghitung rata-rata masa menyusui 18-20 bulan untuk setiap anak dan tingkat fertilitas saat ini, diperkirakan seorang ibu akan membutuhkan vitamin A yang tinggi pada 1/3 kurun waktu masa usia subur. Hal ini terkait dengan air susu ibu (ASI), yang merupakan sumber vitamin A yang terbaik untuk bayi. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi seorang ibu untuk meningkatkan asupan makanan yang mengandung vitamin A agar kandungan vitamin itu pada ASI meningkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar