Minggu, 25 Januari 2009

Ibu dan Anak Sehat berkat Vitamin A


Selama krisis ekonomi melanda Indonesia, insiden kurang vitamin A (KVA) pada ibu dan balita di daerah miskin perkotaan meningkat. Beberapa data menunjukkan hampir 10 juta balita menderita KVA sub klinis, 60.000 di antaranya disertai dengan bercak bitot yang terancam buta. Selain itu, di beberapa provinsi di Indonesia, ditemukan kasus-kasus baru KVA yang terjadi pada balita bergizi buruk.

Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), misalnya, pada tahun 2000 ditemukan beberapa kasus kekurangan vitamin A tingkat berat (X3). Kondisi ini berbeda dengan Survei Nasional Xeroftalmia tahun 1978-1980 yang tidak banyak menemukan kasus tersebut. Terlebih lagi pada 1994 Pemerintah Indonesia memperoleh piagam Helen Keller Award karena dinilai berhasil menurunkan angka xeroftalmia dari 1,34 persen atau sekitar tiga kali lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1978 menjadi 0,33 persen pada tahun 1992.

Sebagai kilas balik, dalam kurun waktu 1964-1965 dan pada tahun 1970-an, Indonesia pernah dijuluki sebagai "home of xerophthalmia" karena insiden xeroftalmia pada balita yang cukup tinggi. Menurut ahli gizi Prof Dr Muhilal, saat itu dari 1.574 anak laki-laki berusia kurang dari 8 tahun yang mengunjungi Rumah Sakit Undaan Surabaya, 497 anak diantaranya (31,6 persen) menderita xeroftalmia. Di samping itu, penelitian di lima desa di Kabupaten Semarang oleh Oey menemukan insiden xeroftalmia berkisar 1,4 sampai 7,3 persen.

Xeroftalmia adalah suatu keadaan selaput ikat mata yang kering karena kekurangan vitamin A, terkadang sampai jaringan selaput bening pada mata rusak. Penyakit ini oleh Oey disebutkan sebagai penyebab utama kebutaan pada anak-anak terutama pada anak prasekolah. Xeroftalmia hanya salah satu dari wujud KVA. Ada konsekuensi lain yang terjadi pada orang yang KVA, seperti buta senja (hemarofia), sel epitel conjuctiva yang abnormal, tingginya kesakitan terutama diare dan ISPA, tingginya kematian pada balita, rendahnya respons imun tubuh dan pertumbuhan terganggu.

Hubungan antara vitamin A dan mortalitas anak balita sudah diteliti di Aceh oleh Sommer dan kawan-kawan, yang dipublikasi "Lancet" pada 1986. Di situ diungkapkan bahwa pemberian vitamin A dosis tinggi 200.000 International unit (IU) setiap 6 bulan dapat menurunkan angka kematian anak balita sekitar 36 persen. Penelitian tentang pemberian vitamin A yang difortifikasi pada monosodium glutamat (MSG), kata Muhilal, menunjukkan penurunan angka kematian balita sebesar 45 persen.

"Dua penelitian itu mengungkapkan bahwa penurunan angka kematian balita karena intervensi vitamin A dapat dilakukan melalui dosis tinggi setiap enam bulan maupun dosis rendah yang diberikan setiap hari," kata Muhilal.

Lalu, ada pula penelitian tentang pengaruh vitamin A terhadap sistem imunitas tubuh yang dilakukan oleh Pulitbang Gizi, Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, dan John Hopkins University. Pada penelitian ini penderita xeroftalmia dan yang bukan penderita dibagi dalam dua kelompok dan satu kelompok diberi vitamin A dosis tinggi, sedangkan kelompok yang lain diberi placebo. Hasilnya, pemberian vitamin A dosis 100.000 IU pada bayi berusia 6 bulan dapat mengurangi respons imun terhadap campak bila bayi masih mempunyai imunitas maternal (kekebalan yang diperoleh dari ibu). Karena itu dianjurkan memberi vitamin A dosis 100.000 IU pada usia 8-9 bulan di mana imunitas maternal terhadap campak sudah sangat kecil.


Kesehatan Ibu

Sekalipun manfaat pemberian vitamin A sangat besar untuk kesehatan anak, tidak semua pihak memberi perhatian yang cukup. Misalnya di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Kupang I Gusti Agung Ngurah Suarnawa SKM, menuturkan untuk tahun 2004, belum ada bantuan dari donor internasional semacam HKI maupun Unicef dalam pengadaan kapsul vitamin A. Pihak Dinas Kesehatan Kota Kupang sudah mengusulkan 6.000 kapsul vitamin A ke pemerintah kota tetapi belum disetujui karena pemerintah kota untuk tahun 2004 tidak mengalokasikan dana untuk hal itu.

Program vitamin A di kota itu mengandalkan bantuan dari Helen Keller Indonesia (HKI) dan Unicef. Kapsul vitamin A yang diperoleh dari kedua lembaga itu didistribusikan secara gratis pada bulan Februari dan Agustus. Kapsul vitamin A yang dibagikan di puskesmas dan posyandu terdiri dari kapsul vitamin A berwarna biru dengan dosis 100.000 IU dan kapsul berwarna merah dengan dosis 200.000 IU. Pada bulan itu juga dilakukan penyuluhan makanan bergizi kaya vitamin A melalui radio dan penyuluhan keliling. Sasaran program, kata Gusti Agung, adalah balita, bayi, ibu nifas. Kapsul berwarna merah untuk balita dan ibu nifas, sedangkan kapsul berwarna biru untuk anak berusia 6-11 bulan.

"Di Kupang belum ditemukan penderita xeroftalmia, karena memang tidak ada surveilan. Surveilan hanya dilakukan pada penyakit malaria dan diare. Cakupan kapsul vitamin A di Kota Kupang belum 100 persen menjangkau balita, pada bulan Februari tahun 2003 saja cakupan vitamin A 86,2 persen dan bulan Agustus cakupannya 83,6 persen," ujar Gusti Agung.

Vitamin A tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan anak saja. Vitamin A juga berperan penting untuk kesehatan ibu yang baru melahirkan. Pada ibu hamil dan menyusui vitamin A berperan penting. Karena, hal ini terkait erat dengan kejadian anemia pada ibu, berat badan kurang, kurang gizi, meningkatnya risiko infeksi dan penyakit reproduksi. Serta, menurunkan kelangsungan hidup ibu sampai dua tahun setelah melahirkan. Angka kecukupan gizi vitamin A di Indonesia untuk ibu hamil menurut Buletin Kesehatan & Gizi edisi 1 Juni 2004 yang diterbitkan HKI, adalah 500 retinol equivalent (RE) per hari.

Jumlah ini meningkat menjadi 700 RE per hari pada ibu hamil dan 850 RE pada saat si ibu menyusui. Berdasarkan data terbaru NSS, median asupan vitamin A untuk ibu di Indonesia hanya 150 RE untuk ibu yang berada di daerah kumuh perkotaan dan hanya 200 RE untuk ibu yang tinggal di pedesaan. Dengan menghitung rata-rata masa menyusui 18-20 bulan untuk setiap anak dan tingkat fertilitas saat ini, diperkirakan seorang ibu akan membutuhkan vitamin A yang tinggi pada 1/3 kurun waktu masa usia subur. Hal ini terkait dengan air susu ibu (ASI), yang merupakan sumber vitamin A yang terbaik untuk bayi. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi seorang ibu untuk meningkatkan asupan makanan yang mengandung vitamin A agar kandungan vitamin itu pada ASI meningkat.

Pengertian, Definisi dan Cara Penularan / Penyebaran Virus HIV AIDS - Info / Informasi Penyakit Menular Seksual / PMS




A. Virus HIV

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.

Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek biasa.

B. Penyakit AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.

Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.

C. Metode / Teknik Penularan dan Penyebaran Virus HIV AIDS
- Darah
Contoh : Tranfusi darah, terkena darah hiv+ pada kulit yang terluka, terkena darah menstruasi pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb
- Cairan Semen, Air Mani, Sperma dan Peju Pria
Contoh : Laki-laki berhubungan badan tanpa kondom atau pengaman lainnya, oral seks, dsb.
- Cairan Vagina pada Perempuan
Contoh : Wanita berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral seks, dll.
- Air Susu Ibu / ASI
Contoh : Bayi minum asi dari wanita hiv+, Laki-laki meminum susu asi pasangannya, dan lain sebagainya.

Cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ :
- Air liur / air ludah / saliva
- Feses / kotoran / tokai / bab / tinja
- Air mata
- Air keringat
- Air seni / air kencing / air pipis / urin / urine

Tambahan :
Jangan mengucilkan dan menjauhi penderita HIV karena mereka membutuhkan bantuan dan dukungan agar bisa melanjutkan hidup tanpa banyak beban dan berpulang ke rahmatullah dengan ikhlas.